Bije Widjajanto shares his thought

Manusia dilahirkan untuk memberi arti bagi orang lain. Saya membagikan ide dan pemikiran saya lewat posting dalam blog ini dengan harapan ada yang bermanfaat bagi para pembaca. Topik yang saya angkat dalam blog ini berkisar antara: membangun motivas diri, self leadership, team building, konsep business development dan secara khusus franchising. Saya membuka diri bagi para pembaca yang ingin memberi masukan, komentar, kritik, saran ataupun koreksi.

Wednesday, January 25, 2006

Jenis Jenis Franfchise Business 2/3 (FRANCHISE #03)

Dear Entrepreneurs,

Pada posting saya sebelumnya tentang Franchise, saya sudah membawakan jenis franchise yang I yaitu penerapan sistem franchise yang menyentuh seluruh aspek operasi bisnis. Pada posting ini saya share tentang sistem franchise yang II yaitu sebagai channel distribusi. Seperti sebelumnya tulisan-tulisan saya ini sangat diwarnai olejh opini dan pemahaman saya pribadi tentang franchise, oleh karena itu saya mengundang komentar2 atau tanggapan dari rekan-rekan semua yang tentu pada akhirnya dapat memperkaya khasanah kita semua.

2. Kategori Sistem Franchise Distribution Channel

Sistem franchise yang berada dalam kategori Distribution Channel ini lebih sederhana dari kategori sebelumnya. Dalam sistem franchise ini, pelanggan masih perlu untuk datang ke outlet secara langsung. Untuk itu, standardisasi sistem harus sampai pada keseragaman rasa dan suasana outlet. Kegaitan operasional yang menjadi tanggung jawab franchisee adalah proses delivery produk dan services.

Pada umumnya, sistem franchise jenis ini diterapkan untuk distribusi produk-produk consumer goods. Proses produksi secara keseluruhan terjadi di pihak franchisor. Oleh karenanya eksistensi outlet franchise adalah sebagai channel distribusi produk tersebut. Sebagai sebuah distribution channel

Franchisee harus membuat suasana outlet menjadi nyaman dan disukai oleh customer dan tetap menjaga standard yang ditentukan oleh franchisornya. Dalam hal ini, franchisee

3. Kategori Sistem Franchise Keagenan

(bersambung .... 3/3)

Thursday, January 19, 2006

5 Steps to be a Successful Business (1/5)

Rekan2 yth,

Beberapa waktu yang lalu saya sempat menyinggung langkah membangun bisnis. Langkah tersebut yang selalu saya pakai sebagai acuan dalam menjalankan coaching atau konsultasi kepada mitra saya. Prinsip SUKSES adalah ‘give value to others and you will be valuable’. Demikian juga dengan perusahaan atau bisnis. Perusahaan yang sukses pasti memberi manfaat kepada banyak orang. Kalau tidak, pasti perusahaan itu akan sulit mendapatkan pelanggan dan kalau sudah dapat pelanggan akan segera ditinggalkannya.

Dalam posting kali ini saya ingin membahas lebih rinci tentang 5 langkah tersebut:

1. CREATION

Bisnis harus dimulai dari penciptaan produk atau jasa yang akan dijualnya. Penciptaan atau creation atau kreasi, artinya membuat sesuatu dari tidak ada menjadi ada, dari tidak pernah dipikirkan menjadi tersedia, dari tidak bisa menjadi bisa dll.. Proses ini lebih banyak terjadi di dalam kepala penciptanya atau di dalam laboratorium penelitian. Tahapan kreasi merupakan kolaborasi antara tim teknis/profesional dan tim marketing.

Saya mengelompokkan tingkat atau derajat kreasi sebagai berikut:

  • Invention, Membuat sesuatu yang benar2 baru belum pernah terjadi/ada, misalnya sebelum ada telepon orang berbicara harus langsung dengan media udara atau tidak langsung dengan media tulisan. Ketika Graham Bell membuat alat di mana orang menjadi bisa berbicara langsung jarak jauh dengan media kabel listrik. Kemudian orang menyebut Bell sebagai ‘penemu’ telepon.
  • Innovation, Sesuatu yang sudah ada dengan cara tertentu, menjadi bisa dilakukan dengan cara lain, atau dengan hal yang sama bisa melakukan kegiatan lain. Apabila sebelumnya orang bertelepon menggunakan media kabel listrik, kemudian dengan dibuatnya telepon seluler, orang bisa bertelepon menggunakan media gelombang elektromagnet. Contoh lain, sambil bertelepon orang bisa mengirim gambar yang diambil dari kamera yang ditanam dalam telepon selulernya.
  • Modification, Melakukan perubahan atau penambahan tertentu sehingga sesuatu yang telah ada sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah atau biaya menjadi lebih hemat. Contoh, ketika sebelumnya telepon seluler yang menggunakan sinyal AMPS gampang disadap, maka dibuat sinyal CDMA yang bisa menyandikan paket2 suara yang dikirimnya, sehingga hanya penerima yang bisa mendengarkan suara.
  • Imitation, Membuat atau melakukan hal yang sama dengan bahan yang berbeda, biasanya kualitas lebih rendah. Sebagai contoh, ketika pasar telepon seluler di Indonesia semakin merambah pada kalangan menengah bawah, maka dibuatkan telepon seluler Sanex yang teknologinya menggunakan teknologi Korea tetapi menggunakan bahan2 kualitas nomor 2.

Baik invention, innovation, modification ataupun imitation bisa menghasilkan produk yang bernilai tinggi secara ekonomi dan selanjutnya dapat menjadi sebuah bisnis yang menguntungkan. Walaupun begitu, untuk suksesnya sebuah produk atau jasa, ada 5 acuan yang menentukan sebagai berikut:

  1. Nilai-Nilai (Values)

Produk dan jasa yang diciptakan harus tunduk pada nilai dan norma2 kemanusiaan, sosial, keagamaan dan lingkungan yang berkembang pada masyarakat penggunanya atau target pasarnya. Produk yang menyimpang atau melanggar nilai serta norma yang berlaku akan ditolak. Sebaliknya produk dan jasa yang dihasilkan harus dapat digunakan untuk menjadi lebih mulia dalam norma dan nilai yang berlaku secara universal.

  1. Etika (Ethics)

Produk dan jasa yang diciptakan harus memenuhi prinsip2 budaya dan susila yang berlaku. Produk yang melawan etika bisa mengakibatkan ketidaknyamanan tertentu bagi masyarakat. Lebih dari itu bisa mengakibatkan konflik sosial. Scope etika berlaku dalam wilayah yang relatif lebih sempit pada kebudayaan atau tertentu.

  1. Fungsi

Untuk bisa diterima oleh pasar, produk dan jasa harus mempunyai fungsi yang spesifik baik sebagai fungsi utama, fungsi tambahan ataupun sekedar accessories. Kejelasan fungsi yang dilekatkan pada sebuah produk akan sangat mempengaruhi penerimaan pasar. Akan timbul permasalahan ketika fungsi sebuah produk tidak jelas, maka pasar akan memfungsikan sesuai persepsinya sendiri yang apabila tidak sesuai akan berakhir pada kekecewaan atas produk yang bersangkutan.

  1. Segmentasi

Masyarakat sebagai target pasar bukanlah sebuah sistem yang seragam melainkan dapat dikelompokkan baik secara horizontal maupun vertikal. Perilaku pasar dalam hal ini juga bermacam2 yang masing2 mengharapkan produk yang berbeda2. Produk dan jasa yang diciptakan harus diarahkan pada kelompok tertentu sebagai target pasarnya sesuai dengan segmen yang dipilih.

  1. Keunikan (Uniqueness)

Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat, sering kali segmen pasar yang sama diserbu oleh banyak sekali produk sejenis. Kunci keberhasilan produk terletak pada keunikannya sehingga tidak lagi bisa dibandingkan dengan produk2 pesaing. Keunikan ini harus menjadi keunggulan terhadap produk pesaing. Dengan demikian perhatian pasar akan terfokus pada keunikan tersebut. Keunikan sebuah produk dan jasa bisa diciptakan dari kandungan bahan, proses pembuatannya ataupun metode penyampaiannya.

Apabila sebuah produk atau jasa memenuhi 5 acuan diatas, maka produk itu akan memberi manfaat bagi pemakainya. Dalam bisnis, produk yang seperti ini sudah menyumbang 20% keberhasilan. Creation di sini sering juga disebut sebagai ‘value creation’ atau penciptaan nilai.

..... bersambung .....

Salam,

Bije Widjajanto

www.benwarg.com

Thursday, January 05, 2006

Syarat Franchise Sebuah Usaha (FRANCHISE #04)

Kapan Sebuah Usaha Bisa Difranchisekan???

Sebenarnya untuk layak disebut sebagai 'franchise' itu agak rumit, dan cukup sulit untuk diterapkan, apalagi oleh usaha2 kecil di Indonesia. Biayanya cukup besar.

Seperti posting saya dulu 'how to select franchise', franchise yang baik harus memiliki:

  1. brand awareness yang tinggi >50%
  2. sistem yang lengkap, standard, documented, transferable dan measurabel
  3. support yang kuat, flexible dan relevan terhadap business targetnya

Nah untuk 3 hal tsb, sebagian besar franchise lokal, > 85% masih 'payah' alias 'parah'. Banyak mereka memahami bahwa sistem franchise yang baik itu hanya pada agreementnya, padahal agreement itu hanya ujungnya saja.

Oleh karena itulah muncul istilah business opportunity. Syarat bisnis yang bisa difranchisekan ada 3 (menurut saya):

  1. profitable. Bisnis ini harus proven menguntungkan, kalo gak ya nggak ada yang pingin beli apalagi mau beli.
  2. uniquenss. Produk/jasa yang dijual harus unique, tidak mudah ditiru orang. Kesel juga kalo kita sudah beli franchise mahal2 e.. besoknya di sebelah buka outlet dengan produk benar2 sama dan harganya lebih murah karena gak bayar royalty. Selain itu, uniqueness bisa membuat kita bisa mengundang pasar untuk datang dan ada alasan yang kuat untuk 'memaksa' mereka beli pruduk kita.
  3. brand. Lewat brand, kita bisa ngomong kepada pasar segala hal tentang keunggulan dan keunikan produk kita, kalau gak ada brandnya ya susah ngomongnya dan akhirnya sulit untuk dikenal.

Nahh dari 3 syarat tersebut ada 3 tingkatan franchising, setidaknya menurut saya lagi:

  1. Franchise kalau sudah punya syarat profitable, uniqueness dan brand
  2. Business Opportunity, hanya punya syarat profitable saja, uniquenss dan brand belum punya, atau dalam pengembangan.
  3. Business Concept, kalau semuanya belum punya, jadi baru konsep bisnis di atas kertas putih. Tapi anehnya di Indonesia business concept saja sudah ada yang mau beli.

Nah... ini peluang besar bagi rekan2 yang punya kreativitas. Tulislah kreativitas anda menjadi sebuah konsep bisnis yang bagus. Terus jual ke orang yang punya duit tapi gak kreatif. Pasti mereka tertarik kalo diiming2i duitnya bisa tambah banyak. Nah.... siapa yang lebih unggul?? Pilih mana: kreatif atau punya duit???

Kalau anda kreatif pasti pilih DUA DUANYA, ya kreatif dan PUNYA DUIT.

Semoga bermanfaat & Salam.

Bije Widjajanto

Passion

Sukses Bukan Fungsi Waktu Melainkan Fungsi Momentum

Setiap orang mempunyai passion-nya sendiri2 dan bagi orang2 tertentu perlu effort tertentu untuk menemukannya. Dalam posting beberapa waktu yang lalu saya menyinggung bagaimana menemukan atau hal2 yang berkaitan dengan passion seperti:

  • keahlian
  • minat
  • gairah
  • kesenangan
  • cinta

itu antara lain komponen dari passion. Ketika sudah menemukan passionnya dan mengerjakan dengan 'determinasi' yang tinggi, sukses adalah sebuah jaminan.

Ketika orang mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan passionnya, maka seluruh nervouse systemnya akan terbuka sehingga ide2 cemerlang bermunculan. Pada saat ide itu dikerjakan, mengerjakannya pun dengan sepenuh hati, dan hasilnya akan luar biasa.

Ketika orang bekerja sesuai dengan passionnya, makan baginya setiap hari adalah hari libur. Mereka bekerja bukan semata mencapai target hasil tertentu, melainkan mengamalkan eksistensinya sebagai manusia.

Dalam bukunya Jansen Sinamo, yang baru diluncurkan beberapa Minggu lalu, dia berbicara tentang ETOS KERJA. Menurut dia bagaimana orang memandang dan menghayati serta memberi nilai pada 'pekerjaan', melalui 8 cara atau yang dia sebut sebagai ETOS KERJA:

  1. kerja adalah rahmat
  2. kerja adalah amanah
  3. kerja adalah panggilan
  4. kerja adalah aktualisasi diri
  5. kerja adalah ibadah
  6. kerja adalah seni
  7. kerja adalah kehormatan
  8. kerja adalah pelayanan

Apabila setiap pekerjaan kita kerjakan dengan disemangati oleh ke8 etos di atas, pastilah hasil yang diperoleh akan LUAR BIASA. Apabila itu sebuah bisnis, maka juga akan mendapatkan hasil yang luar biasa, tidak hanya secara finansial, tetapi juga akan mengangkat 'nilai' kehidupan manusia secara umum.

Sukses pada umumnya adalah fungsi waktu, walaupun begitu, untuk menjadi sukses terkadang hanya butuh waktu yang pendek, karena 'momentum' yang tepat. Jadi sebenarnya SUKSES bukanlah fungsi waktu (t) melainkan fungsi dari MOMENTUM (p). Dalam fisika p=mv, jadi dia adalah vektor, ada arahnya, bergerak terus.

Orang2 yang bisa menangkap momentum dengan cepat maka orang tersebut akan sukses lebih cepat. Lagi2 ini masalah 'pilihan' RESPON yang diberikan atas setiap kejadian dan kenyataan hidup yang terjadi dan dihadapi.

Orang2 sukses bisa menangkap setiap kejadian atau kenyataan hidup yang dihadapi sebagai sebuah momentum dan mencari 'peluang' positif untuk dilanjutkan dengan action yang positif pula. Sementara orang2 gagal menanggapi kenyataan negatif dengan 'mengeluh' dan kenyataan positif dengan 'tertawa'.

Anthony Robbins dalam Unleash the Power Within, menyebutnya MOMENTUM sebagai The Driving Force. Menurut dia ada 5 step untuk menangkap 'momentum' yaitu:

  1. Peak State: buat kondisi emosi maksimum sehingga nervous system akan terbuka
  2. Temukan passion: cari apa yang disukai, yang menggairahkan, yang diinginkan, dan yang menggerakkan hidup.
  3. Putuskan, Lakukan dan Resolusikan
  4. Action: big action, massive action, kerjakan dengan cepat, manfaatkan the force of urgency, biasanya orang bekerja lebih efektif ketika waktu yang tersedia pendek.
  5. SMART: (strategic, measuring, assessing, re-inforcing, take action).

Semoga bermanfaat dan salam,

Bije Widjajanto

Nikmati dan Syukuri Apa Yang Anda Miliki

Mengukur Kebahagiaan Manusia

Sekitar 7 tahun yang lalu, saya melakukan perjalanan dari Sarangan ke Ponorogo. Saya bersama 4 orang termasuk supir mengendarai L300 yang dicarter dari Jakarta, menyelurusi lereng gunung Lawu, melewati jalan2 batu, berliku-liku dan naik-turun terjal sepanjang lebih dari 10km.

Sepanjang perjalanan, saya lihat banyak orang yang memikul batu. Batu itu congkel atau digali dari tanah2 di lereng gunung, dibawa dan disusun rapi di pinggir jalan. Saya sangat yakin mereka telah mengerjakan hal ini setiap hari dari pagi sampai sore. Setiap hari ada truk yang mengambil (membelinya) dan di bawa ke kota.

Tidak bisa saya bayangkan, berapa harga jual setumpuk batu gunung itu. Sebandingkah dengan usaha mereka mencongkel dan mengusungnya? Saya yakin, sepikul batu, kiri dan kanan, berbobot lebih dari 10kg. Tapi mereka setia mengerjakannya setiap hari, mereka tekun memikul beban berat itu. Saya berpikir orang ini pasti susah dan sengsara hidupnya.

Uang yang mereka peroleh setiap hari pasti hanya cukup untuk dibelikan bahan makan yang didatangkan dari kota. Kalaupun ada sisa yang dikumpulkan satu bulan, mungkin hanya cukup atau bahkan kurang untuk membayar biaya sekolah anaknya. Atau kalau dibawa ke kota hanya cukup untuk beli sebuah baju di pinggir jalan.

Namun ternyata perkiraan saya itu tidak benar. Betapa kagetnya, ketika saya temukan tempat mereka berkumpul untuk beristirahat. Mereka terlihat sedang riang bercanda dengan teman2nya. Rasa gembira itu terlihat tulus dari wajah mereka yang bersinar dan terdengar dari derai tawanya. Ternyata mereka tidak se-susah dan se-sengsara yang saya kira. Mereka lebih bahagia dari saya yang saat itu sedang naik mobil dan punya penghasilan bulanan yang pasti dan cukup.

Saya yakin mereka punya daftar keinginan yang sama banyak atau mungkin lebih banyak dari saya. Dan sayapun yakin bahwa saat itu saya mendapat lebih banyak dari mereka. Tetapi saya tidak segembira mereka. Saya belajar dari mereka dan mengakui bahwa mereka lebih hebat dari saya. Saya ungkapkan perasaan saya dengan teman seperjalanan saya saat itu, dan saya ajak mereka untuk merenung.

Pemahaman yang saya peroleh, bahwa ternyata 'kebahagiaan' bukan terletak pada apa yang saya 'MILIKI' tetapi lebih pada bagaimana saya 'MENIKMATI dan MENSYUKURI' apa yang saya dapatkan atau saya miliki. Menikmati dan mensyukuri adalah salah satu 'pilihan' sikap dalam menghadapi realitas hidup. Hal yang remeh dan kecil, ketika diterima sebagai sesuatu yang layak disyukuri, mendadak akan menjadi sangat penting dan besar, dan di sinilah 'kebahagiaan' datang.

Karena sikap hidup adalah pilihan, maka menjadi BAHAGIA-pun juga pilihan. Kita akan bahagia kalau kita memilih menjadi bahagia. Sebaliknya kita juga akan sengsara kalau tidak memilih bahagia.

Semoga bermanfaat.

Bije Widjajanto

Monday, January 02, 2006

Arti Puasa Bagiku

Rekan2 yth,

Sebentar lagi bulan puasa akan tiba dan sebagian di antara kita akan menunaikan ibadah puasa. Kali ini saya ingin berbagi tentang arti puasa yang saya rasakan. Semoga bermanfaat.

Ketika usia saya masih balita, bulan puasa adalah saat yang sangat saya rindukan. Saya tidak tahu dan tidak merasa perlu tahu apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Bagi saya yang penting dalam bulan puasa, saya punya kesempatan minta dibelikan kembang api. Saat itu kembang api hanyalah seutas kawat sepanjang tidak lebih dari 30cm yang ketika dibakar hanya memancarkan percikkan cahaya2 putih kekuningan lemah. Dibandingkan dengan kondisi saat ini pemandangan di bengkel2 las jauh lebih indah.

Saat ini yang kembang api tersedia dalam beraneka jenis dan bentuknya. Ada yang bisa berkelap-kelip beraneka warna, ada yang bisa berputar2 seperti kuntum bunga, ada yang bisa terbang bak kumbang atau kupu2, ada lagi yang bisa meluncur ke udara dan pecah di atas menebarkan warna2 indah. Pendeknya saat ini kembang api sangat beraneka pilihan, tinggal ketebalan kantong saja yang bisa membatasinya, ada yang cukup dengan 1.000 rupiah sekantong, tetapi ada juga yang Rp. 100 ribu hanya untuk sekali menyala.

Ketika saya bertambah besar kira2 kelas 3 SD, puasa bagi saya adalah tersedianya beraneka makanan di sore hari. Warung sekolah di sebelah rumah, selalu buka pada sore menjelang buka puasa dengan menu2 berselera khusus bulan puasa. Favorit saya saat itu adalah awet serabi. Wah.. enaknya bukan main, dan itu hanya bisa dirasakan dalam bulan puasa saja. Selain itu, saya tidak lagi tertarik dengan kembang api, selain memang tidak menarik, bagi saya kembang api adalah konsumsi anak kecil, kurang berresikonya. Petasan adalah mainan yang sangat menarik, mulai dari petasan yang dibuat dari bambu kecil, bambu besar sampai dengan yang ditanam di tanah, yang kalau meledak bunyi ledakannya mungkin bisa mengakibatkan gempa dengan SR 1-2.

Ketika usia saya bertambah lagi kira2 kelas 5 SD, saya mulai mengerti bahwa bulan puasa berarti tidak boleh makan di siang hari. Puasa harus menahan lapar sampai sore hari. Walau tidak memahami sepenuhnya, sering kali saya juga mengikuti orang2 yang berpuasa. Kebetulan saya lahir dari keluarga yang bulan puasanya tidak selalu jatuh pada bulan Ramadhan, tapi sekitar bulan Maret - April setiap tahun. Saya suka ikut2 berpuasa supaya saya bisa ikut berbuka puasa, makan bersama menikmati menu2 spesial puasa.

Selain itu dalam bulan puasa saya tidak perlu takut2 lagi ketika pulang dari nonton TV pada malam hari. Saat itu TV masih menjadi barang mewah yang tidak dimiliki oleh semua orang. Di kampung saya jumlah keluarga yang punya TV masih bisa dihitung dengan jari tangan. Itupun harus dioperasikan dengan aki, karena listrik belum mengalir. Saya tidak lagi takut berjalan dalam kegelapan di malam hari sekitar 200 - 300 m, karena selain rame2, teman2 saya mengatakan bahwa setan, dhemit dan hantu diikat pada bulan puasa sehingga tidak lagi mengganggu manusia.

Ketika saya beranjak dewasa, saya sadar bahwa dalam bulan puasa tidak hanya lapar yang harus ditahan. Puasa menjadi sarana praktek untuk menahan nafsu badan, kurun waktu untuk berjuang melawan keinginan2 badan. Pendeknya saya sadar bahwa puasa merupakan sebuah latihan untuk mengalahkan diri sendiri.

Pemahaman saya tentang puasa sesuai spiritualitas yang saya yakini, puasa disebut juga notifikasi atau matiraga. Artinya cara saya belajar, berusaha dan berjuang untuk mematikan raga. Sebagai manusia biasa tentu saya tidak terlepas dari keinginan2 badan yang apabila ditelusuri lebih jauh, sering tidak membawa manfaat bagi diri saya sendiri ataupun orang lain. Puasa bagi saya merupakan sebuah renungan, apakah saya sudah menjalankan kebajikan selama setahun terakhir ini dan apa yang bisa saya pulihkan dari luka2 yang telah saya buat selama setahun ini.

Saat ini, ketika saya tidak lagi muda, ketika apa yang saya lakukan akan berakibat kepada banyak orang, dan ketika segala keputusan saya mungkin akan berakibat negatif bagi orang lain, saya menemukan arti baru sebuah 'puasa'.

Menyadari saya adalah insan lemah yang mudah jatuh, 'puasa' ternyata memiliki makna yang sangat berbeda dari pengertian sebelumnya. Saat ini, bagi saya 'puasa' berarti adalah 'menimba' kekuatan untuk melawan kelemahan badan.

Seperti halnya badan perlu air untuk tetap segar dan kuat untuk melakukan kegiatan, begitu juga dengan jiwa. Untuk bisa tetap kuat melakukan hal2 kebaikan melawan keinginan dunia maka jiwa perlu 'rahmat'. Melalui berpuasa, kita berusaha untuk menimba rahmat dari Tuhan yang Maha Rahmat. Bagi saya rahmat Tuhan akan mengalir kedalam hati ketika saluran rahmat itu ada dan lancar.

Hubungan semakin baik, maka saluran itu semakin lebar, dan hubungan ini tercermin dari kehidupan doa kita. Semakin baik kita berdoa maka semakin dekatlah hubungan dengan Tuhan dan semakin lebarlah saluran rahmat itu. Ada kalanya saluran yang cukup lebar ini ternyata kurang memberi jalan bagi rahmat untuk mengalir karena ternyata ada yang menyumbat. Untuk membuang sumbatan2 itulah perlu kita melakukan matiraga, untuk mengalahkan keinginan2 badan dan berbuat kebajukan.

Rekan2 yth, mungkin arti puasa yang saya rasakan ini berbeda menurut anda semua, walaupun begitu, lewat sharing ini saya ingin mengucapkan SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA bagi rekan2 sekalian, semoga senantiasa kita mendapatkan Rahmat, Ketabahan dan Kekuatan dalam menghadapi beratnya permasalahan hidup kita.

Salam,

Bije Widjajanto

Seeing Big Picture (MOTIVATION #08)

Rekan2 yth,

Dalam serial motivasi kali ini saya ingin mengangkat satu topik tentang bagaimana kita menilai diri sendiri dan hasil karya kita. Terkadang kita kurang bebas untuk sekedar bangga dengan apa yang kita hasilkan. Kultur Jawa tentang merendahkan diri sering diterapkan secara kurang tepat, sehingga orang cenderung menghindar untuk mengekspresikan rasa bangga atas dirinya sendiri.

Pada kenyataannya, perasaan bangga atas profesi dan karya sendiri sangat berpengaruh positif terhadap kualitas hasil akhirnya. Sebuah contoh sederhana saya ambil dari sebuah radio talkshow di Jakarta. Dikisahkan 3 orang tukang batu tengah beberapa di proyek.

Tukang A ditanya: "Apa yang sedang kamu lakukan?" Dengan nada dingin dia menjawab: "seperti yang kau lihat aku sedang menyusun batu bata ini, yah itulah yang kukerjakan selama beberapa hari ini" Kepada tukang B diajukan pertanyaan yang sama. Dia memberi jawaban yang lain katanya: "mandorku mempercayaiku untuk membangun tembok di sini setinggi 5 meter dan panjangnya 15 meter" Akhirnya pertanyaan yang sama diajukan juga kepada tukang C dan dia memberi jawaban: "kami sedang membangun sebuah istana yang nanti akan menjadi istana termegah di negeri ini"

Sebuah realitas yang sama ternyata bisa melahirkan banyak persepsi dan penilaian. Penilaian yang baik akan memicu aksi positif pula, begitu pula sebaliknya. Di antara ketiga tukang batu di atas, manakah yang mungkin akan menghasilkan kualitas paling tinggi? Pengetahuan tentang gambar yang besar atas sebuah realitas kecil akan merangsang otak untuk mencari cara & metode terbaik terhadap sebuah masalah. Tukang C kemungkinan besar akan mampu bekerja lebih baik, lebih banyak dan lebih lama. Sementara tukang A akan bekerja seadanya. Dia akan cepat menyerah apabila menemui masalah, karena yang dia pahami hanyalah menyusun batu bata.

Rekan2 yth, message yang ingin saya sampaikan dalam topik ini: apapun yang tengah kita kerjakan, sekecil apapun atau sesulit apapun akan menjadi luar biasa kalau dari dalam diri kita sendiri bisa memproyeksikan sebagai suatu yang besar, luhur atau bermanfaat bagi banyak orang. Apabila nilai yang besar tsb diyakini, akan membangkitkan motivasi yang luar biasa.

Begitu pula halnya dengan profesi kita. Besar kecilnya dan luhur tidaknya profesi kita terpulang pada bagaimana kita menghargai profesi tersebut. Seorang tukang sapu jalanan di jl. Slamet Riyadi Solo ketika ditanya mengapa dia mengerjakan pekerjaannya dengan antusias dan bergembira, dia memberi jawaban: "Saya sedang berjuang untuk meraih Adipura Kencana. 7 adipura sebelumnya sudah dicapai dan saya punya sumbangan sangat berarti karena saya membersihkan hampir separoh ruas jalan utama di kota ini.

Pekerjaan / profesi tukang sapu jalanan saja apabila diberi arti yang luhur memberi manfaat bagi banyak orang. Tentu apabila kita bisa memaknai profesi kita secara positif akan berhasil sangat luar biasa.

Semoga bermanfaat dan salam,

Bije

JATI DIRI = POTENSI DIRI (MOTIVATION #07)

Di setiap perjalanan bersama istri saya, saat membayar parkir selalu menjadi saat yang sangat kritis atau saat yang sangat menegangkan. Membayar tukang parkir jalanan ataupun di loket2 parkir profesional ala Secure Parking, sama saja. Untuk membayar ongkos parkir tersebut saya harus memilih uang yang paling jelek, kusut dan baunya paling menyengat.

Seperti layaknya ibu2 lainnya, istri saya termasuk jenis yang tidak suka menyimpan uang kumal di dalam dompetnya. Setiap mendapat kembalian uang2 kumal pasti langsung disumpel2kan di handle pintu mobil supaya dapat ditransaksikan terlebih dahulu. Sekali saja saya keliru membayar dengan uang yang masih bagus, sementara uang2 kumal masih banyak, maka pasti saya akan mendapatkan hukuman berat. Jadi walaupun sebenarnya saya tidak sependapat, ya akhirnya saya harus patuh kepadanya.

Bagi saya, uang, apapun bentuknya, bagaimanapun rupa dan baunya, sama saja. Uang tetap memiliki daya tukar sesuai dengan angka yang tertulis di sana. Uang pecahan 5 ribu rupiah yang baru keluar dari bank, permukaannya masih licin, nomor serinya masih berurutan, baunya masih wangi tercampur dengan wangi parfum teller yang menghitungnya. Kalau uang tersebut saya bawa ke warung bakso bisa saya tukarkan dengan 1 mangkuk bakso lezat.

Ketika uang baru itu saya remet sehingga tidak licin lagi, dan saya bawa ke warung bakso yang sama, saya masih tetap mendapatkan 1 mangkuk bakso lezat. Begitu juga ketika uang tersebut jatuh ke tanah, diinjak2 sehingga kotor, atau terbuang ke tempat sampah bercampur dengan sampah2 yang bau, atau bahkan sudah dikencingi anjing sehingga jangankan rupa dan bentuknya, baunya pun tidak membuat orang tertarik untuk menyimpan. Tetapi ketika uang tersebut diambil lagi dan di bawa ke warung bakso yang sama, saya tetap mendapatkan 1 mangkuk bakso yang lezat dan harumnya masih sama dengan ketika saya datang membawa uang baru.

Itulah ‘jati diri’. Uang memiliki jati diri yang sama tidak pandang bentuk, rupa dan baunya. Selama masih utuh dan tulisannya bisa dibaca, uang mempunyai nilai tukar yang sama. Cerita tentang uang ini, kemudian mengajak saya kembali pada cerita ‘pohoong’-nya cak Ipul beberapa waktu lalu. Sempat mengemuka topik ‘potensi diri’ dari bahasannya mas Suaidi. Selintas juga tersangkut dengan tulisannya mas Mualib ‘Aku Ingin MENJADI kaya, bukan KELIHATAN Kaya’.

Setelah lebih dari 1 bulan absen dan hanya nge-ROM saja, saya ingin membuka kembali rubrik self leadership ini dengan topik ‘jati diri’ ini. Dalam kehidupan nyata, orang cenderung sulit untuk mengenal jati dirinya sendiri. Pada usia kepala 3 biasanya orang baru mendapatkan/mengenal jati dirinya. Itupun terkadang masih salah atau belum tepat. Secara sengaja Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang unique, selalu berbeda satu dengan lainnya. Sehingga potensi di dalamnya pun selalu berbeda. Apabila ada 10 orang manusia, maka di sana pasti ada 10 macam manusia.

Faktor terberat dalam mengenal jati diri seseorang adalah kurangnya self-esteem yang kuat. Referensi dari luar sering membelenggu kesadaran kita sehingga timbul kekuatan untuk menilai jati diri kita dengan ukuran2 jati diri orang lain. Selain itu referensi itu berupa penilaian orang lain terhadap diri kita yang kemudian kita terima dan kita yakini. Berkaitan dengan keyakinan diri ini, ada 3 tingkat referensi sebagai berikut:

  1. Percaya bagaimana orang lain menilai diri kita
  2. Percaya bagaimana kita menilai diri kita sendiri
  3. Percaya kita bisa memaksimalkan diri kita sesuai dengan jati diri yang kita miliki

Bagi orang2 yang mencapai level 3, sukses merupakan sebuah jaminan. Setiap orang sehat secara rohani, selalu mempunyai potensi diri yang apabila dimaksimalkan bisa berbuah luar biasa. Sementara orang yang hanya berada pada level 1 akan sangat labil, mereka tidak pernah mencapai jati diri yang sesungguhnya. Mereka akan terpengaruh oleh lingkungannya, dan pada umumnya pengaruh tersebut negatif.

Pada umumnya manusia memiliki sifat egois, berapapun kecil kadarnya, yang selalu menolak kehadiran orang lain yang lebih sukses. Orang selalu tidak menginginkan orang lain menjadi nomor 1. Pengaruh luar tersebut akan mem-bonsai jati diri kita sehingga kita tidak mencapai jati diri yang sesungguhnya.

Ada sebuah uji laboratorium terhadap bonsai karakter ini, yaitu diterapkan pada belalang, sehingga disebut juga dengan ‘test belalang’. Secara alamiah, belalang dewasa mempunyai kemampuan untuk melompat setinggi 150 kali tinggi tubuhnya dan meloncat 100 kali panjang tubuhnya. Belalang tersebut dimasukkan ke dalam kotak kaca setinggi 20cm. Maka ketika belalang tersebut melompat, dia akan menabrak atap kotak tersebut. Benturan2 tsb memberi pelajaran kepada belalang yang akhirnya dia akan menyesuaikan tinggi lompatannya dengan tinggi kotak. Dengan berjalannya waktu, biasanya dalam hitungan jam, belalang tersebut sudah menjadi pinter sehingga ketika melompat tidak lagi terbentur kaca.

Ketika belalang sudah terbiasa dengan tinggi kotak 20cm, kotak direndahkan lagi menjadi 10 cm. Setelah beberapa kali terbentur kaca, akhirnya belalangpun menyesuaikan dengan tinggi kotak yang baru. Selanjutnya kotak diperpendek lagi, sampai akhirnya hanya tinggal 2 kali tinggi tubuhnya dan belalang sama sekali tidak bisa melompat. Setelah berada pada kondisi tersebut beberapa waktu, akhirnya belalang benar2 tidak bisa melompat lagi ketika dikeluarkan dari kotak.

Semoga bermanfaat dan selamat berjuang menemukan jati diri.

Salam,

Bije Widjajanto

www.benwarg.com

CHUNKING THE GOALS (MOTIVATION #06) 2/2

..... sambungan 1/2 ...

Beberapa pabrik sudah tutup dan karyawannya banyak yang pulang dengan sepeda ‘onthel’. Jalan sedikit tersendat dengan kecepatan maks 70km/jam. Sampai kota Demak. Yang berjarak hanya sekitar 30 km harus ditempuh dalam waktu hampir 1 jam. Dengan target baru untuk makan malam di Rembang, saya meneruskan perjalanan. Saya tidak lagi pernah berpikir tentang Surabaya dan jam berapa sampai di sana. Perjalanan Demak – Kudus sangat cepat, selain jaraknya yang hanya 15 km mungkin juga jalannya sangat bagus dan lebar, akirnya magrib sudah melewati Kudus. Celakanya, jalur Kudus – Pati jalannya sangat padat dan sempit, sulit untuk ‘menyalib’ sehingga harus jalan beriring dengan kendaraan2 lain. Jarak 30km ditempuh dalam sekitar 40 menit.

Kurang dari jam 7 saya sudah masuk kota Rembang dan saya tidak melihat rumah makan yang lumayan dan cukup ramai di pinggir jalur lintas propinsi. Sengaja saya tidak masuk ke jalur2 dalam kota, karena selain tidak mengetahui medan, juga akan menghambat perjalanan. Saya mulai menyuruh ponakan untuk sedikit bongkar2 bekal apa yang bisa dijadikan penggannjal sementara dan memutuskan untuk meneruskan ke Lasem. Lasem adalah kota tua yang mungkin nanti di sana akan ramai jadi ada tempat makan yang lebih baik.

Ketika sampai Lasem sudah sekitar 7.30, mungkin karena sudah cukup malam, ternyata Lasem lebih sepi dari Rembang, sehingga niat untuk mengisi perut harus ditunda dulu. Di daerah perbatasan Jatim – Jateng itu saya harus mengisi BBM sekaligus istirahat sejenak, memejamkan mata tetap di jog mobil. Belum jam 8 saya sudah berangkat lagi. Target berikutnya adalah Tuban, saya harus makan malam di Tuban jam 9 malam. Untuk kali ini target bisa dicapai dengan tepat.

Saya memilih rumah makan yang ramai, dipilih sebagai tempat makan bis-bis antar propinsi. Istirahat sebentar, mengguyur kepala dengan air untuk sedikit menyegarkan mata yang mulai panas. Jam 10 malam berangkat lagi, target kali ini adalah Surabaya. Saya ingin tempuh jarak tersebut dalam 2 jam. Tuban – Babat jalan tidak begitu bagus dan hanya 2 jalur, sehingga walaupun sudah malam dan sepi tetap tidak bisa full speed.

Sekitar jam 11 melewati kota Lamongan. Kali ini kendala yang paling berbahaya mulai datang, yaitu ‘ngantuk’. Sebelum rasa kantuk ini mengganggu, saya sengaja untuk berhenti di sebuah masjid yang cukup terang, dan melakukan relaksasi sebentnar kira2 5 menit, bukan tidur. Setelah cukup segar saya ke kamar mandi untuk cuci muka, tangan dan kaki. Setelah itu kembali melanjutkan perjalanan. Perjalanan tinggal sejengkal, saya tidak perlu buang waktu, lebih baik saya tidur di Surabaya saja langsung.

Lamongan – Gresik jalan cukup baik, walaupun di sana sini harus berpindah2 ruas karena saat itu sedang dilakukan penambahan lajur. Jam 11 lebih sudah masuk toll Gresik dan keluar tol di Mayjen Sungkono tepat jam 12 malam. Saya memutuskan untuk cari penginapan yang dekat dengan Airport Juanda. Akhirnya saya pilih di Hotel Narita Nginden, kebetulan masih ada kamar yang kosong. Sampai di sana langsung mandi dan tidur selama 5 jam saja, karena jam 7 harus berangkat ke Juanda untuk menjemput istri, dari sana langsung ke Blitar, masih 4 jam perjalanan lagi.

Sebuah perjalanan yang panjang dan melelahkan, 18 jam saya di belakang setir, hanya ditemani seorang navigator saja. Tetapi tidak terasa jauhnya, bahkan setiap ruas saya bisa menikmati perjalanan. Terus apa hubungannya dengan topik motivasi saya??

Goal, target atau tujuan yang terlalu tinggi, tidak jarang membuat frustasi. Perjalanan 900km dari Jakarta ke Surabaya, akan terasa sangat melelahkan dan menjemukan kalau setiap saat saya selalu mengacu pada target terakhir, Surabaya. Ketika saya menempuh 25km, tentu terasa masih sangat jauh dari tujuan, pencapaian masih sangat kecil. Tetapi kalau targentnya saya ubah menjadi 50km, maka saya berarti sudah mencapai 50% target. Ini sangat positif, saya semakin termotivasi untuk mencapai target, karena sudah hampir sampai.

Nah dalam kehidupan kita, sering kita dihadapkan atau menghadapkan diri pada target2 yang spektakuler. Hal itu sama sekali tidak buruk, sebaliknya sebaiknya kita memiliki target kehidupan yang spektakuler, kalau perlu super spektakuler. Supaya tidak ‘awang2en’ mencapainya dan setiap step bisa dilalui dengan penuh motivasi, maka target yang spektakuler tersebut ‘dicincang’ menjadi target kecil-kecil yang mengarah ke target gedhenya. Metode ini yang dalam NLP dikenal dengan sebutan ‘chunking method’.

Metode ini yang oleh Mas Chanam diilustrasikan dalam sebuah cerita yang lain yang lebih huenak yaitu makan soto. Memang saat itu saya sengaja mengajak di ke Pasar Majestik, Kebayoran Lama untuk mencicipi soto ayam yang terkenal dan sangat laris di pasar itu. Kebetulan dia belum pernah masuk pasar tradisional itu. Senang sekali saya bisa membuatnya terkagum2, hampir semua kios disinggahi.

Semoga bermanfaat,

Bije Widjajanto

CHUNKING THE GOALS (MOTIVATION #06) 1/2

a 5000 miles journey begin from a yard step

Sudah menjadi tradisi, saya mudik sekeluarga setahun sekali di akhir tahun, sebagai acara refreshing keluarga sekaligus mengungkapkan hormat kepada orang tua. Perjalanan2 rutin saya itu sering kali memberi inspirasi luar biasa. Dalam perjalanan sepanjang 800km banyak hal yang terlihat, teramati atau rasakan yang bisa menjadi bahan refleksi dan pelajaran hidup.

Akhir tahun 2002 agenda tersebut menjadi sedikit terganggu, istri saya sedang mempersiapkan kelahiran anak kedua saya. Terlalu berresiko mengajak dia berkendara selama 18 – 24 jam. Apalagi dengan kondisi jalan yang tidak diketahui. Akhirnya kami memutuskan untuk berangkat dengan cara dan waktu yang berbeda. Istri dan anak pertama saya pulang lewat Surabaya menggunakan pesawat, sedang saya pulang dengan mobil bersama barang2 bawaan, menjemput di airport baru kemudian pulang kekampung saya di Blitar.

Sebelumnya saya berrencana mengajak seorang teman atau sukur2 bisa gantian nyetir. Celakanya pada saat2 terakhir teman saya (yang juga anggota milis ini) membatalkan karena sakit. Walaupun sedikit kecewa tetapi saya harus relakan kenyataan itu. Saya tetap harus berangkat dengan siapapun. Saya rencanakan berangkat Jumat sekitar jam 10 malam, tetapi pada hari itu saya masih harus bekerja sampai sekitar jam 7 di kantor, karena harus menyelesaikan semuanya sebelum saya tinggal selama 10 hari. Akhirnya saya sampai di rumah baru sekitar jam 9, setelah mengatur dan memasukkan seluruh barang bawaan ke mobil, yang volumenya memenuhi 100% ruang bagasi dan 50% kursi belakang. Akhirnya saya berangkat ke rumah mertua saya untuk mengantarkan istri dan anak saya. Jam 11 malam saya baru sampai sana.

Saat itu pun saya masih belum tahu siapa yang akan menemani saya pulang, syaratnya dia harus bisa baca peta sebagai navigator. Ada beberapa kemungkinan dan akhirnya ponakan perempuan saya waktu itu kelas 2 SMA mau menemani saya sampai Surabaya dan kembali hari itu juga ke Jakarta dengan Kereta Api. Setelah menetapkan jadual keberangkatan jam 6 pagi, akhirnya saya memanfaatkan waktu 6 jam tersebut untuk tidur sempurna.

Berbekal Peta Mudik Lebaran terbitan Sonora FM, saya berangkat hari Sabtu tepat pukul 6 pagi. Perjalanan yang akan saya tempuh hari itu kalau dihitung mendekati angka 900 km. Targetnya, hari Minggu pagi saya harus sudah menjemput istri saya di airport Juanda jam 7 pagi. Ketika berangkat sempat muncul juga perasaan ‘awang2en” melihat jarak tersebut dan harus nyetir sendiri, tetapi saya tetap saja berangkat dan seolah tidak memikirkan perasaan itu.

Saya mengalihkan pikiran saya pada betapa padatnya ruas Loh Bener – Palimanan kalau sampai di sana sudah lewat jam 8. Saya berusaha menempuh ruas itu dalam 2 jam saja. Ruas tol Cikampek bisa saya lewati dalam 1 jam dan karena tidak begitu ramai dan masih pagi, ruas pantura Cikampek – Loh Bener/Jatibarang bisa saya tempuh hanya dalam 1 jam juga. Dan walaupun tersendat sedikit di pasar tumpah di daerah Arjawinangun, saya sudah bisa melewati jalan Tol Kanci sekitar jam 9 pagi lebih sedikit.

Tanpa istirahat saya sampaikan pada ponakan saya bahwa kita akan makan siang di Semarang. Jarak ke Semarang sekitar 250km, untuk bisa makan siang di Semarang berarti Losari – Semarang harus saya tempuh dalam maksimal 4 jam. Target yang sangat berani. Tetapi ya sudah, jalani saja, Brebes, Tegal, Pemalang terlewati. Mendekati jam 12 siang saya melintas di daerah Comal, di sana ada sebuah Rumah Makan yang penunjuknya sudah ada sejak berjarak 32km. Akhirnya saya putuskan untuk makan siang di situ sekaligus istirahat sejenak.

Ditempat itu saya sempat telepon ke teman saya yang tidak jadi ikut, karena pada saat yang sama sedang berlangsung TURAT Cibubur I yang dimotori oleh Mas Mualib. Setelah beristirahat +/- 1 jam saya melanjutkan perjalanan. Saat ini targetnya keluar semarang maksimal jam 4 supaya tidak terlalu macet di ruas Semarang – Demak – Kudus – Pati karena daerah situ banyak pabrik, yang kalau pas pulang bisa membuat jalan tersendat. Tetapi karena kurang beruntung, di jalan Tol dalam kota semarang, saya salah keluar, sehingga harus terjebak dalam kemacetan kota Semarang,dan baru bisa keluar kota jam 4.30.

.... bersambung ... 2/2

Foucault Pendulum (MOTIVATION #05)

COMFORT ZONE TRAP

Di sela2 kunjungan bisnis saya di Los Angeles, seorang teman Korea yang tinggal di LA mengajak saya ke sebuah obyek wisata kira2 25km di sebelah utara pusat kota LA, tepatnya di kawasan puncak Mount Hollywood. Setelah menyusuri jalan kecil dan menanjak terus menerus, sampailah pada suatu lokasi yang sejuk. Saat itu bulan November, walaupun baru permulaan falls, untuk ukuran orang Indonesia, sudah cukup dingin karena suhunya berkisar 11 – 18 C. Lokasi itu dikenal dengan “Griffith Park”. Obyek utama dari taman itu adalah sebuah observatorium yang diberi nama juga Griffith Observatory, merupakan salah satu dari icon utama kota LA.

Di tengah tiupan angin yang sangat kencang, khas musim falls, kami bertiga harus berpelukan dan berjalan +/- 300m untuk mencapai bangunan observatorium. Kalau jalan sendiri2 pasti jatuh, apalagi ukuran badan saya yang tidak terlalu gemuk, teman saya juga tidak jauh berbeda dari saya apalagi orang Korea itu malah lebih imut2 lagi. Begitu masuk observatory, sebuah pendulum raksasa memberikan ‘welcome’ kepada setiap pengunjung. Pendulum itu digantung dengan kawat baja kecil sepanjang lebih dari 15m. Diameter pendulum itu sekitar 50 – 60 cm, berayun2 bolak balik pada semacam sumur dengan kedalaman 2 – 3 meter. Para pengunjung dapat mengamati gerakan pendulum dari sepurat bibir sumur itu.

Seorang petugas memnjelaskan bahwa pendulum itu mengayun sejak dibuat pertama kali tahun 1935 dan tidak pernah berhenti. Arah gerakan pendulum itu, dapat menujukkan jam dan tanggal. Itulah Foucault Pendulum. Pada tahun 1819, Leon Foucault, seorang fisikawan yang bekerja di Paris Observatory, Perancis, menggunakan metode ini untuk membuktikan rotasi bumi. Demonstrasi secara public dilakukan di Pantheon Paris, dan masih disimpan sampai sekarang sebagai prasasti.

Pendulum bergerak karena grafitasi yang mengenainya serta inertia yang dimiliki karena gerakannya. Ketika penyimpangannya max, maka energi potensialnya max pula, sehingga tertarik turun ke posisi penyimpangan 0 dan energi potensialnya min. Sebaliknya, pada posisi tersebut, karena kecepatannya, pendulum mempunyai inertia yang mengayunnya ke posisi penyimpangan di sisi berlawanan. Inilah yang terjadi secara terus menerus. Secara ideal, pendulum yang bergerak tidak akan pernah berhenti tanpa ada gaya lain yang mengentikannya.

Gerakan pendulum juga tidak terpengaruh oleh rotasi bumi, sehingga bagi pengamat di bumi, rotasi bumi tersebut akan diamati sebagai gerakan rotasi pada arah ayunan pendulum. Frekuensi rotasi ayunan tersebut bervariasi di setiap lokasi di bumi, tergantung dari posisi sudut lintang. Di daerah kutub, dimana sudut lintang 90 derajad, frekuensi rotasi pendulum sama dengan frekuensi rotasi bumi atau perbandingan 1:1. Namun pengamat di equator, di mana sudut lintang = 0, maka pendulum tidak berotasi atau perbandingan 1:0. Orang bumi menyebut pembelokan arah ayunan ini terjadi karena gaya ‘Coriolis’.

Dari gerakan pendulum tersebut, saya ingin mengangkat satu topik motivasi yang saya beri judul ‘Comfort Zone Trap’ atau jebakan zona kenyamanan. Setiap sistem alam, mempunyai kecenderungan untuk mencapai tingkat tingkat energi yang paling rendah, dengan melepaskan energi. Sebuah benda yang dilepas dari sebuah ketinggian pasti akan jatuh, karena di tempat yang lebih tinggi dia memiliki energi potensial yang lebih tinggi. Elektron yang bergerak pada lintasan energi yang lebih tinggi akan segera meloncat ke tingkat yang lebih rendah yang kosong dengan memancarkan energi (bila berada dalam spektrum tampak kita lihat sebagai cahaya).

Manusia juga sebuah sistem alam, karenanya manusia cenderung untuk mencapai tingkat energi minimum juga. Dalam dimensi lain, tingkat energi minimum equivalent dengan ‘kenyamanan’. Sebuah contoh sederhana: pada saat orang berdiri, maka titik beratnya berada di titik yang lebih tinggi daripada ketika orang tersebut duduk. Akan lebih rendah lagi kalau orang tersebut tidur. Oleh karena itu semua orang biasanya mencari kenyamanan dalam posisi tidur, apa lagi ketika fisik sedang capek.

Contoh di atas adalah contoh fisik yang lebih mudah dipahami. Contoh lain: ketika seorang anak belajar, maka di berada pada tingkat energi yang lebih tinggi, dia harus konsentrasi, harus berpikir untuk memecahkan soal2 matematika dll. Dalam keaadaan tersebut, kecenderungan alam adalah melepas energi untuk mencapai kenyamanan. Tidak mengherankan kalau beberapa orang tua harus menjagai anaknya supaya dapat bertahan belajar selama 2 jam.

Hal yang sama terjadi pada kita, orang dewasa. Sering kita merasa lelah untuk menghadapi seluruh persoalan hidup: masalah keluarga, merencanakan masa depan, beban dan tanggung jawab pekerjaan, tanggung jawab sosial dll. Usaha keras dalam menyelesaikan persoalan hidup, sering membuahkan hasil yang bisa kita nikmati dan kita merasa nyaman. Namun demikian, terkadang kita tidak menyadari bahwa kenikmatan dan kenyamanan tersebut bukanlah keadaan yang tetap. Banyak orang terjebak dalam kenyamanan yang sedang dinikmatinya, sehingga tidak menyadari bahwa kenyamaman tersebut akan berakhir, dan dia harus menpersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi masalah yang akan timbul. Inilah ‘comfort zone trap’.

Dalam sebuah organisasi bisnis, sangat umum apabila strategi usaha harus berubah atau diubah untuk menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Kita yang bekerja di dalam organisasi sering merasa terganggu ketika perubahan strategi tersebut mengakibatkan beban tambahan kepada kita. Itulah sebuah contoh bahwa sering kali kita juga terjebak dalam jebakan zona kenyamanan tersebut. Apabila kita dalam posisi yang harus mengubah strategi, tidak jarang kebijakan kita ditentang oleh orang2 yang mengerjakannya. Itulah sifat dasar manusia, kalau ada sesuatu yang mengusik zona kenyamannya pasti akan ditolak.

Nah... belajar dari Foucault Pendulum di atas, kita bisa merenung dan bertanya:

  1. mampukah kita mempertahankan ‘ayunan’ kehidupan kita?
  2. ataukah kita akan perlambat atau malah hentikan ayunan yang terjadi pada kehidupan kita??
  3. pada posisi mana pendulum kehidupan kita saat ini sedang berada?.
  4. mampukah kita berusaha untuk membiarkan potensial dan inertia kehidupan kita membuatnya terus mengayun? Semakin lama kita mengayun semakin banyak buah yang kita hasilkan dan bermanfaat untuk orang lain: orang2 yang kita cintai, orang2 yang berjasa bagi kita, orang2 yang kita hormati dan orang2 yang perlu kita bantu.

Kita bisa menilai diri kita, apakah kita memerankan Sniff atau Scurry. Ataukah kita sedang memerankan Hem atau Haw? Siapakah mereka?? Mereka adalah tokoh2 dalam cerita ‘Who moved My Cheese?’ tulisan Spencer Johnson. Selanjutnya biar nggak cuman saya yang cerita masalah ‘beginian’ silahkan mas dan mbak tuliskan cerita tersebut di sini. Saya yakin Mas John, Mas Chanam, Mas Suaidi, dll tahu ceritanya. Silahkan.

Salam,

Bije