Bije Widjajanto shares his thought

Manusia dilahirkan untuk memberi arti bagi orang lain. Saya membagikan ide dan pemikiran saya lewat posting dalam blog ini dengan harapan ada yang bermanfaat bagi para pembaca. Topik yang saya angkat dalam blog ini berkisar antara: membangun motivas diri, self leadership, team building, konsep business development dan secara khusus franchising. Saya membuka diri bagi para pembaca yang ingin memberi masukan, komentar, kritik, saran ataupun koreksi.

Monday, January 02, 2006

Foucault Pendulum (MOTIVATION #05)

COMFORT ZONE TRAP

Di sela2 kunjungan bisnis saya di Los Angeles, seorang teman Korea yang tinggal di LA mengajak saya ke sebuah obyek wisata kira2 25km di sebelah utara pusat kota LA, tepatnya di kawasan puncak Mount Hollywood. Setelah menyusuri jalan kecil dan menanjak terus menerus, sampailah pada suatu lokasi yang sejuk. Saat itu bulan November, walaupun baru permulaan falls, untuk ukuran orang Indonesia, sudah cukup dingin karena suhunya berkisar 11 – 18 C. Lokasi itu dikenal dengan “Griffith Park”. Obyek utama dari taman itu adalah sebuah observatorium yang diberi nama juga Griffith Observatory, merupakan salah satu dari icon utama kota LA.

Di tengah tiupan angin yang sangat kencang, khas musim falls, kami bertiga harus berpelukan dan berjalan +/- 300m untuk mencapai bangunan observatorium. Kalau jalan sendiri2 pasti jatuh, apalagi ukuran badan saya yang tidak terlalu gemuk, teman saya juga tidak jauh berbeda dari saya apalagi orang Korea itu malah lebih imut2 lagi. Begitu masuk observatory, sebuah pendulum raksasa memberikan ‘welcome’ kepada setiap pengunjung. Pendulum itu digantung dengan kawat baja kecil sepanjang lebih dari 15m. Diameter pendulum itu sekitar 50 – 60 cm, berayun2 bolak balik pada semacam sumur dengan kedalaman 2 – 3 meter. Para pengunjung dapat mengamati gerakan pendulum dari sepurat bibir sumur itu.

Seorang petugas memnjelaskan bahwa pendulum itu mengayun sejak dibuat pertama kali tahun 1935 dan tidak pernah berhenti. Arah gerakan pendulum itu, dapat menujukkan jam dan tanggal. Itulah Foucault Pendulum. Pada tahun 1819, Leon Foucault, seorang fisikawan yang bekerja di Paris Observatory, Perancis, menggunakan metode ini untuk membuktikan rotasi bumi. Demonstrasi secara public dilakukan di Pantheon Paris, dan masih disimpan sampai sekarang sebagai prasasti.

Pendulum bergerak karena grafitasi yang mengenainya serta inertia yang dimiliki karena gerakannya. Ketika penyimpangannya max, maka energi potensialnya max pula, sehingga tertarik turun ke posisi penyimpangan 0 dan energi potensialnya min. Sebaliknya, pada posisi tersebut, karena kecepatannya, pendulum mempunyai inertia yang mengayunnya ke posisi penyimpangan di sisi berlawanan. Inilah yang terjadi secara terus menerus. Secara ideal, pendulum yang bergerak tidak akan pernah berhenti tanpa ada gaya lain yang mengentikannya.

Gerakan pendulum juga tidak terpengaruh oleh rotasi bumi, sehingga bagi pengamat di bumi, rotasi bumi tersebut akan diamati sebagai gerakan rotasi pada arah ayunan pendulum. Frekuensi rotasi ayunan tersebut bervariasi di setiap lokasi di bumi, tergantung dari posisi sudut lintang. Di daerah kutub, dimana sudut lintang 90 derajad, frekuensi rotasi pendulum sama dengan frekuensi rotasi bumi atau perbandingan 1:1. Namun pengamat di equator, di mana sudut lintang = 0, maka pendulum tidak berotasi atau perbandingan 1:0. Orang bumi menyebut pembelokan arah ayunan ini terjadi karena gaya ‘Coriolis’.

Dari gerakan pendulum tersebut, saya ingin mengangkat satu topik motivasi yang saya beri judul ‘Comfort Zone Trap’ atau jebakan zona kenyamanan. Setiap sistem alam, mempunyai kecenderungan untuk mencapai tingkat tingkat energi yang paling rendah, dengan melepaskan energi. Sebuah benda yang dilepas dari sebuah ketinggian pasti akan jatuh, karena di tempat yang lebih tinggi dia memiliki energi potensial yang lebih tinggi. Elektron yang bergerak pada lintasan energi yang lebih tinggi akan segera meloncat ke tingkat yang lebih rendah yang kosong dengan memancarkan energi (bila berada dalam spektrum tampak kita lihat sebagai cahaya).

Manusia juga sebuah sistem alam, karenanya manusia cenderung untuk mencapai tingkat energi minimum juga. Dalam dimensi lain, tingkat energi minimum equivalent dengan ‘kenyamanan’. Sebuah contoh sederhana: pada saat orang berdiri, maka titik beratnya berada di titik yang lebih tinggi daripada ketika orang tersebut duduk. Akan lebih rendah lagi kalau orang tersebut tidur. Oleh karena itu semua orang biasanya mencari kenyamanan dalam posisi tidur, apa lagi ketika fisik sedang capek.

Contoh di atas adalah contoh fisik yang lebih mudah dipahami. Contoh lain: ketika seorang anak belajar, maka di berada pada tingkat energi yang lebih tinggi, dia harus konsentrasi, harus berpikir untuk memecahkan soal2 matematika dll. Dalam keaadaan tersebut, kecenderungan alam adalah melepas energi untuk mencapai kenyamanan. Tidak mengherankan kalau beberapa orang tua harus menjagai anaknya supaya dapat bertahan belajar selama 2 jam.

Hal yang sama terjadi pada kita, orang dewasa. Sering kita merasa lelah untuk menghadapi seluruh persoalan hidup: masalah keluarga, merencanakan masa depan, beban dan tanggung jawab pekerjaan, tanggung jawab sosial dll. Usaha keras dalam menyelesaikan persoalan hidup, sering membuahkan hasil yang bisa kita nikmati dan kita merasa nyaman. Namun demikian, terkadang kita tidak menyadari bahwa kenikmatan dan kenyamanan tersebut bukanlah keadaan yang tetap. Banyak orang terjebak dalam kenyamanan yang sedang dinikmatinya, sehingga tidak menyadari bahwa kenyamaman tersebut akan berakhir, dan dia harus menpersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi masalah yang akan timbul. Inilah ‘comfort zone trap’.

Dalam sebuah organisasi bisnis, sangat umum apabila strategi usaha harus berubah atau diubah untuk menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Kita yang bekerja di dalam organisasi sering merasa terganggu ketika perubahan strategi tersebut mengakibatkan beban tambahan kepada kita. Itulah sebuah contoh bahwa sering kali kita juga terjebak dalam jebakan zona kenyamanan tersebut. Apabila kita dalam posisi yang harus mengubah strategi, tidak jarang kebijakan kita ditentang oleh orang2 yang mengerjakannya. Itulah sifat dasar manusia, kalau ada sesuatu yang mengusik zona kenyamannya pasti akan ditolak.

Nah... belajar dari Foucault Pendulum di atas, kita bisa merenung dan bertanya:

  1. mampukah kita mempertahankan ‘ayunan’ kehidupan kita?
  2. ataukah kita akan perlambat atau malah hentikan ayunan yang terjadi pada kehidupan kita??
  3. pada posisi mana pendulum kehidupan kita saat ini sedang berada?.
  4. mampukah kita berusaha untuk membiarkan potensial dan inertia kehidupan kita membuatnya terus mengayun? Semakin lama kita mengayun semakin banyak buah yang kita hasilkan dan bermanfaat untuk orang lain: orang2 yang kita cintai, orang2 yang berjasa bagi kita, orang2 yang kita hormati dan orang2 yang perlu kita bantu.

Kita bisa menilai diri kita, apakah kita memerankan Sniff atau Scurry. Ataukah kita sedang memerankan Hem atau Haw? Siapakah mereka?? Mereka adalah tokoh2 dalam cerita ‘Who moved My Cheese?’ tulisan Spencer Johnson. Selanjutnya biar nggak cuman saya yang cerita masalah ‘beginian’ silahkan mas dan mbak tuliskan cerita tersebut di sini. Saya yakin Mas John, Mas Chanam, Mas Suaidi, dll tahu ceritanya. Silahkan.

Salam,

Bije

0 Comments:

Post a Comment

<< Home